Brighton.co.id - Dalam setiap transaksi properti, utamanya jual beli rumah yang masih dalam tahap pembangunan atau memiliki kendala administratif, Anda pasti akan mengenal istilah PPJB atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli.
Namun, seberapa kuatkah kedudukan surat rumah PPJB di mata hukum? Apakah ia sama dengan Akta Jual Beli (AJB) yang menjadi bukti kepemilikan mutlak? Memahami perbedaan dan isi krusial PPJB adalah kunci agar transaksi properti Anda berjalan aman, terhindar dari sengketa, dan terlindungi secara hukum.
Artikel ini akan mengupas tuntas pengertian surat rumah PPJB, kekuatan hukumnya yang mengikat, komponen wajib di dalamnya, serta membedakannya secara jelas dengan AJB.
Baca Juga: Surat Perjanjian Jual Beli Rumah: Pengertian, Jenis, dan Fungsinya
Pengertian Surat Rumah PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli)
PPJB adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli properti sebagai perjanjian pendahuluan sebelum penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Dalam PPJB, kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan jual beli properti di kemudian hari, dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu. PPJB merupakan bentuk komitmen awal yang bersifat obligatoir (mengikat).
Kapan Surat PPJB Diterbitkan?
PPJB umumnya digunakan dalam kondisi-kondisi berikut:
-
Properti Indent (Belum Selesai Dibangun): Jual beli dilakukan untuk rumah atau apartemen yang masih dalam tahap konstruksi.
-
Sertifikat Belum Pecah: Sertifikat induk (HGB atau SHM) masih atas nama developer dan belum dipecah (split) menjadi masing-masing unit.
-
Syarat Pembayaran Belum Lunas: Pembeli melakukan pembayaran secara bertahap (cicilan) dan belum melunasi harga jual.
-
Syarat Jual Beli Belum Terpenuhi: Ada syarat administratif tertentu, seperti izin mendirikan bangunan (IMB) atau pelunasan pajak, yang belum dipenuhi oleh salah satu pihak.
Baca Juga: Contoh Surat Perjanjian Jual Beli Rumah Tanpa Notaris
Kekuatan Hukum Surat Rumah PPJB: Mengikat atau Mutlak?
PPJB merupakan perjanjian yang diatur dalam hukum perdata (KUHPerdata) dan didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Artinya, PPJB memiliki kekuatan hukum yang mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
1. Dasar Hukum: Asas Konsensualisme
PPJB bersumber dari Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya."
Kekuatan PPJB terletak pada isinya, bukan pada status peralihan hak kepemilikan.
2. Status Kepemilikan Hak (Kunci EEAT)
Penting untuk dipahami bahwa:
-
Surat PPJB BUKANLAH akta pemindahan hak kepemilikan. Selama dokumen yang dimiliki masih PPJB, hak kepemilikan tanah dan bangunan (sertifikat) masih berada di tangan penjual (atau developer).
-
PPJB HANYA menciptakan hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli (misalnya, kewajiban membayar dan kewajiban menyerahkan unit).
-
Peralihan hak kepemilikan secara sah dan mutlak baru terjadi setelah penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan PPAT dan pendaftaran balik nama sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).